Sunday 13 October 2019

Abdurrahman bin Muljam, Sosok Perencana Pembunuhan Ali bin Abi Thalib


Hai, Sahabat ....

Beberapa hari ini lagi hangat berita tentang upaya pembunuhan terhadap Pejabat Negara Menkopolhukam Bapak Wiranto yang dilakukan oleh seorang anggota teroris yang diduga berpaham radikal. Terlepas dari kontroversi yang ada tentang motif upaya pembunuhan itu, di sini penulis akan membahas tentang sosok pelaku pembunuhan tokoh Islam Imam Ali bin Abi Thalib yang merupakan sahabat sekaligus sepupu Nabi Muhammad SAW. Silahkan simak artikelnya di bawah ini.


ABDURRAHMAN BIN MULJAM, 
SOSOK PERENCANA PEMBUNUHAN ALI BIN ABI THALIB

Siapa Sosok Perencana Pembunuhan Imam Ali ?


Kebenaran pemahaman dan itikad yang baik merupakan dasar mengaplikasikan ajaran Islam secara benar. Dua perkara ini harus seiring-sejalan. Ketika salah satunya tidak terpenuhi, maka hal-hal buruk yang akan terjadi. Bila niat awal sudah tidak mempunyai itikad baik di hadapan hukum Allah SWT (Subhanahu wa Ta’ala), ditambah lagi mereka yang berjalan tanpa petunjuk ilmu yang benar akan timbullah kerusakan.

Contoh perihal bahaya dari pemahaman yang tidak lurus ini, dapat dilihat pada diri  Abdurrahmaan bin Muljam. Sosok ini telah teracuni pemikiran Khawarij, yaitu satu golongan yang pertama kali keluar dari jama’atul-muslimîn dimana kelompok tersebut sebenarnya adalah para pengikut Ali bin Abi Thalib yang kemudian keluar dan meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang Shiffin pada tahun 37 Hijriah atau 648 Masehi dengan kelompok Muawiyah bin Abu Sufyan). Sejarah mencatat kejahatan kaum Khawarij ini telah melakukan pembunuhan terhadap Amîrul-Mu`minîn ‘Ali bin Abi Thâlib, yang juga sepupu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.


SIAPAKAH  ABDURRAHMAN BIN MULJAM?
Merupakan kekeliruan jika ada yang menganggap ‘Abdurrahmân bin Muljam dahulu seorang yang jahat. Sebelumnya, ‘Abdurrahman bin Muljam ini dikenal sebagai ahli ibadah, gemar berpuasa saat siang hari dan menjalankan shalat malam. Namun, pemahamannya tentang agama kurang menguasai. Meski demikian, ia mendapat gelar al-Muqri. Dia mengajarkan Al-Qur`an kepada orang lain. Tentang kemampuannya ini, Khalifah ‘Umar bin al Khaththab sendiri mengakuinya. Dia pun pernah dikirim Khalifah Umar ke Mesir untuk memberi pengajaran Al-Qur`an di sana, untuk memenuhi permintaan Gubernur Mesir, ‘Amr bin al-‘Aash, karena mereka sedang membutuhkan seorang qâri.

Dalam surat balasannya, Umar menulis: “Aku telah mengirim kepadamu seorang yang shâlih, ‘Abdurrahmân bin Muljam. Aku merelakan ia bagimu. Jika telah sampai, muliakanlah ia, dan buatkan sebuah rumah untuknya sebagai tempat mengajarkan Al-Qur`ân kepada masyarakat”.
Sekian lama ia menjalankan tugasnya sebagai muqri`, sampai akhirnya benih-benih pemikiran khawarij mulai berkembang di Mesir, dan berhasil menyentuh perasaannya (‘âthifah), hingga kemudian memperdayainya.

MERENCANAKAN PEMBUNUHAN TERHADAP  ALI BIN ABI THÂLIB 
Inilah salah satu keanehan Abdurrahmân yang sudah terjangkiti pemikiran khawarij. Tiga orang penganut paham khawarij yakni ‘Abdurrahman bin Muljam al-Himyari, al-Burak bin ‘Abdillah at-Tamîmi dan ‘Amr bin Bakr at-Tamîmi, mereka berkumpul bersama, sambil mengingat-ingat tentang Ali Radhiyallahu ‘anhu yang telah menghabisi kawan-kawan mereka di perang Nahrawan. Perang Nahrawan adalah perang yang terjadi antara kaum khawarij yang pada awalnya memaksa Ali untuk menerima perjanjian dengan Muawiyah ternyata merasa tidak puas dengan keadaan setelah perjanjian itu diberlakukan. Mereka (Abdurrahman, Al Burak dan Amr bin Bakr) pun berdoa memohon rahmat kebaikan bagi orang-orang yang telah menemui ajalnya itu.

Peristiwa peperangan Nahrawân sangat membekaskan luka mendalam pada hati mereka. Salah seorang dari mereka berkata: “Apa lagi yang akan kita perbuat setelah kepergian mereka? Mereka tidak takut terhadap apapun di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebaiknya kita mengorbankan jiwa dan mendatangi orang-orang yang sesat itu. Kita bunuh mereka, sehingga negeri ini terbebas dari mereka, dan kita pun telah melunasi balas dendam?”

Akhirnya, mereka merencanakan balas dendam dengan merancang pembunuhan terhadap tiga orang yang mereka anggap bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Pembunuhan ini mereka anggap sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mereka sepakat melakukan pembunuhan terhadap tiga orang itu, yaitu Ali bin Abi Thâlib, Mu’awiyyah dan Amr bin al ‘Âsh Radhiyallahu ‘anhum, dan mereka berani mempertaruhkan nyawa untuk mewujudkan rencana keji itu. Rencana Abdurrahmân bin Muljam untuk membunuh Ali Radhiyallahu ‘anhu kian menguat setelah didorong oleh seorang perempuan.

Dikisahkan, adalah Fithâm nama wanita itu. Kecantikannya yang masyhur di tengah kaum muslimin telah berhasil merebut hati Abdurrahmân bin Muljam. Hingga ia melupakan misi jahatnya di Kufah, yaitu membunuh Amirul-Mu`minin ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Namun tak terduga, hasratnya memperistri wanita yang terkenal cantik itu, justru memicu niatnya yang sempat terlupakan. Pasalnya, selain permintaan mas kawin yang berupa kekayaan duniawi, wanita ini juga memasukkan pembunuhan terhadap Ali Radhiyallahu ‘anhu sebagai syarat, jika Ibnu Muljam ingin memperistrinya.

Syarat pinangan yang aneh ini yang kemudian mengingatkan Ibnu Muljam dengan niat jahat itu, dan ia bertambah semangatnya untuk segera mewujudkan niat buruknya. Katanya,”Ya, ia adalah bagianku. Demi Allah, tidaklah aku datang ke tempat ini kecuali dengan niat untuk membunuh ‘Ali”. Syarat ini terpenuhi dan pernikahan pun dilaksanakan. Semenjak itu, sang wanita ini selalu membakar semangat suaminya untuk merealisasikan niatnya. Bahkan ia memberi bantuan kepada Ibnu Muljam seorang lelaki yang bernama Wardân untuk mewujudkan rencana jahat itu.

Setelah itu, Ibnu Muljam pun mengajak seseorang yang bernama Syabib bin Najdah al Asyja’i. Katanya,”Maukah engkau memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat?” Tetapi, begitu mendengar yang dimaksud ialah membunuh ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu, maka Syabîb menampiknya. Karena ia mengetahui, ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu memiliki jasa yang sangat besar bagi Islam dan kaum muslimin, dan ia memiliki kedekatan dalam hal kekerabatan dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Melihat penolakan ini, Ibnu Muljam tak kalah cerdik. Dengan agresifitasnya, ia membakar emosi Syabîb dengan menyebut kematian orang-orang khawarij di tangan Ali. Yang akhirnya, ia berhasil menjinakkan hati Syabîb. Padahal khalifah Ali bin Thâlib pada masa itu adalah orang yang paling tekun beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, paling zuhud terhadap dunia, paling berilmu dan paling bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla.

Mereka bertiga kemudian bergerak melancarkan niatnya pada 19 Ramadhan 40 H. Hari yang sudah diputuskan oleh Ibnu Muljam, al-Burk dan ‘Amr bin Bakr untuk menyudahi nyawa tiga orang sahabat Rasulullah, yaitu ‘Ali, Mu’awiyyah, dan Amr bin al-‘Âsh Radhiyallahu ‘anhum.

Pada malam tanggal 19 Ramadhan 40 Hijriah, atau 27 Januari 661 Masehi, mereka bertiga kemudian bergerak melancarkan niatnya. Saat sholat di Masjid Agung Kufah, Imam Ali diserang oleh Abdurrahman bin Muljam. Dia terluka pada bagian pelipis oleh pedang yang diracuni oleh Abdurrahman bin Muljam saat ia sedang bersujud ketika sholat subuh. Mendapat serangan ini, Amirul Mu`minin berteriak meminta tolong. Dan akhirnya Ibnu Muljam berhasil ditangkap hidup-hidup. Adapun Wardân, ia langsung terbunuh. Sedangkan Syabîb berhasil meloloskan diri.

Imam Ali memerintahkan anak-anaknya untuk tidak menyerang orang Khawarij tersebut, Ali malah berkata bahwa jika dia selamat, Abdurrahman bin Muljam akan diampuni sedangkan jika dia meninggal, Abdurrahman bin Muljam hanya diberi satu pukulan yang sama (terlepas apakah dia akan meninggal karena pukulan itu atau tidak). Ali meninggal dua hari kemudian pada tanggal 29 Januari 661 (21 Ramadhan 40 Hijriah). Hasan bin Ali memenuhi Qisas dan memberikan hukuman yang sama kepada Abdurrahman bin Muljam atas kematian Imam Ali.

PELAJARAN DARI KISAH DI ATAS
  1. Pemahaman yang benar dalam mengaplikasikan Islam merupakan keharusan bagi seorang muslim. Dalam hal ini, para sahabat merupakan generasi Islam pertama, yang pastinya paling memahami Islam. Mereka mereguknya langsung dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.Ketika muncul pergolakan yang disulut kaum Khawaarij, tidak ada satu pun dari sahabat yang merapat ke barisan mereka. Pemahaman-pemahaman terhadap Islam yang tidak mengacu kepada para sahabat sebagai generasi pertama umat Islam hanya akan berakhir dengan kekelaman. Motif mereka sesat, karena beranggapan pembunuhan ini sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Alasan demikian tentu menjatuhkan citra Islam, dan menjadi ternoda karenanya. Hal ini bisa menimpa siapa pun yang berbuat tanpa dasar ilmu, tanpa pemahaman yang lurus, dan hanya mengandalkan perasaan atau hawa nafsu semata.
  2. Kebodohan itu berbahaya, lantaran menyebabkan ketidakjelasan barometer syar’i bagi seseorang, sehingga membuat kelemahan dalam tashawwur (pendeskripsian) dalam memandang suatu masalah.
  3. Selektiflah dalam pergaulan dan memilih teman dekat (lingkungan) karena teman dekat yang terindikasi memiliki pemikiran buruk atau menyimpang dapat membawa kita ke dalam masalah atau petaka. Wallahu a’lam

Demikianlah infonya, semoga kita dapat mengambil pelajaran dari kisah di atas. Terima kasih sudah mampir di sini. Jangan lupa support kami dengan cara Follow atau Ikuti blog ini. 


Sumber : 
id.wikipedia.org
almanhaj.or.id/2680-abdur-rahman-bin-muljam-potret-buram-seorang-korban-pemikiran-khawarij.html
islami.co/ibnu-muljam-pembunuh-ali-bin-abi-thalib/

1 comment: