Sunday, 1 September 2019

Pahlawan Nasional dari Papua Frans Kaisiepo

Hai sahabat ....

Saat penulis membuat artikel ini, suasana memang sedikit panas karena beberapa hari sebelumnya terjadi demo disertai tindakan anarkis yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Demo itu terjadi diawali dengan tindakan rasisme yang dilakukan beberapa oknum atau sekelompok orang terhadap sejumlah mahasiswa asal Papua di beberapa wilayah di Indonesia. Namun penulis di sini tidak membahas soal demo tersebut namun lebih kepada usaha untuk mengingatkan kita semua kalau ada Pahlawan Nasional yang berasal dari Papua yang banyak sekali jasanya bagi negara Indonesia yang kita cinta ini. Dia adalah Frans Kaisiepo. 

Gambar Frans Kaisiepo
Frans Kaisiepo

Mungkin sahabat pernah melihat Frans Kaisiepo di lembar uang sepuluh ribu rupiah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia tahun 2016. Ketika melihat Namanya di Lembar Uang 10.000 Rupiah keluaran Tahun 2016, tidak banyak Orang yang mengetahui siapakah Frans Kaisiepo dan apa Jasa-jasanya untuk Indonesia. Yang membuat lebih sedih lagi adalah ketika ada segelintir orang yang juga melontarkan hinaan pada fotonya yang terpampang di lembaran uang tersebut.

Frans Kaisiepo adalah Seorang Pahlawan Nasional yang memiliki peran penting dalam penyatuan Papua dengan Indonesia. Beliau lahir pada tanggal 10 Oktober 1921 di Biak, Papua. Beliau adalah orang pertama yang mengibarkan Bendera Merah Putih di Irian Barat dengan penuh kebanggaan. Ayahnya adalah Seorang Kepala Suku Biak Numfor dan seorang Pandai Besi. Ibunya meninggal ketika Frans masih berusia Dua Tahun. Frans pun kemudian dititipkan pada Bibinya sehingga ia tumbuh besar dengan Sepupunya, Markus. Meskipun Frans besar di Kampung Wardo yang terdapat di pedalaman Biak, tapi ia beruntung dapat menempuh Pendidikan Sekolah dengan sistem Pendidikan Belanda.

Pada tahun 1928–1931, Frans bersekolah di Sekolah Rakyat (SR). Setelah lulus dari SR ia melanjutkan ke LVVS di Korido hingga Tahun 1934 kemudian ke Sekolah Guru Normalis di Manokwari. Kemudian Frans Kaisiepo mengikuti sebuah kursus kilat Sekolah Pamong Praja di Kota Nica, Hollandia (sekarang Namanya Kampung Harapan Jaya) selama Bulan Maret hingga Agustus 1945. Di Sekolah ini, Frans diajar oleh Soegoro Atmoprasodjo. Seorang guru dari Jawa yang sangat dipercaya oleh Belanda tapi justru mengajarkan tentang nasionalisme pada murid-muridnya.

Soegoro Atmoprasodjo sendiri sebenarnya adalah Aktivis dari Partai Indonesia (Partindo) dan Pengajar di Taman Siswa bentukan Ki Hadjar Dewantara. Pada Tahun 1935 ia dibuang ke Boven Digoel Papua karena dituduh terlibat dalam pemberontakan terhadap Belanda. Pertemuan dengan Soegoro semakin menambah rasa Cinta Frans Kaisiepo pada Indonesia. Dari Soegoro lah Frans dan Teman-teman di Sekolah mengenal Lagu Indonesia Raya. 

Jauh sebelum gerakan Papua Merdeka muncul. Pada Tanggal 15 hingga 25 Juli 1946 sebuah konferensi yang bertujuan untuk membentuk Negara-negara Bagian di Indonesia dilaksanakan di Kota Malino, Sulawesi Selatan. Konferensi tersebut dikenal dengan nama Konferensi Malino. Frans Kaisiepo ikut menghadiri Konferensi tersebut sebagai Wakil dari Papua.

Frans Kaisiepo Muda
Frans Kaisiepo Muda

Pada konferensi tersebut, ia menentang keras niat Belanda yang ingin menggabungkan Papua dengan Maluku dan memasukkan Papua ke Negara Indonesia Timur (NIT). Pada akhirnya Negara Indonesia Timur hanya terdiri dari :
- Maluku
- Sulawesi
- Bali
- Nusa Tenggara

Sementara Papua tidak jadi dimerdekakan. Wilayah itu tetap dalam cengkeraman kekuasaan Belanda dan diberi nama Hollandia. Di Konferensi yang sama, Frans juga mengusulkan supaya Pemimpin Papua dipilih dari kalangan sendiri dan mengubah Nama Papua menjadi Irian. Nama Irian itu berasal istilah dalam Bahasa Biak yang memiliki arti Panas. Istilah Irian tersebut sering digunakan oleh para Pelaut Biak yang harus menunggu panas Matahari untuk dapat melaut. Penggunaan nama Irian sebagai pengganti Papua seolah mengharapkan kalau Irian bisa menjadi Cahaya Penerang yang mengusir kegelapan di Indonesia. Pada akhirnya Nama Irian juga dibuat sebagai akronim (kependekan kata) oleh Presiden Soekarno dari kepanjangan kata "Ikut Republik Indonesia Anti Netherlands". Namun usulan untuk mengganti Nama dan menyatukan Irian dengan Indonesia itu tidak mendapatkan dukungan sama sekali, baik dari Pemerintah Indonesia ataupun Belanda.

Sejak tahun 1946 tidak pernah ada Perwakilan dari Papua untuk konferensi apa pun. Sebagai hukuman, Frans dikirim untuk bersekolah di Opleidingsschool voor Inheemsche Bestuursambtenaren (OSIBA) di Belanda.

Lima Belas tahun berlalu sejak Konferensi Malino, pada Tahun 1961, Presiden Soekarno membentuk Komando Mandala untuk merencanakan, mempersiapkan dan menyelenggarakan Operasi Militer untuk menggabungkan Papua dan Indonesia. Operasi Militer tersebut diberi Nama Trikora (Tri Komando Rakyat). Ketika menyadari kalau tujuan Trikora itu sejalan dengan keinginannya untuk menyatukan Papua dengan Indonesia, Frans pun berusaha untuk memberikan bantuan sebisa mungkin.

Saat itu Frans baru saja mendirikan sebuah Partai Politik bernama Irian Sebagian Indonesia (ISI). Melalui ISI, Frans Kaisiepo memberikan bantuan untuk sukarelawan Indonesia yang mendarat di Mimika. Usahanya berhasil. Pada Tahun 1964, Gubernur Papua yang bernama Eliezer Jan Bonay diturunkan dari Jabatannya dan ditahan oleh Pemerintah.Sebagai gantinya, Frans Kaisiepo diangkat menjadi Gubernur Papua. Selama menjabat sebagai Gubernur, banyak peningkatan yang terjadi di Papua dibandingkan ketika di Pimpin oleh Pemerintah Belanda. Di antaranya adalah pertumbuhan Penduduk dan tingkat Pendidikan Masyarakat yang meningkat.

Lima tahun kemudian, pada tahun 1969 di Papua Barat terdapat jajak pendapat untuk menentukan status daerah tersebut menjadi milik Indonesia atau Belanda. Jajak pendapat itu disebut Penentuan Pendapat Rakyat atau yang lebih banyak dikenal dengan istilah PEPERA. Masing-masing Daerah mengirimkan Perwakilan untuk memberikan Suara dan menentukan status Papua.

Saat itu Frans Kaisiepo memiliki peran yang cukup penting. Beliau sering melakukan kampanye bersatu dengan Indonesia ke daerah-daerah pedalaman Papua, seperti :
- Jayapura
- Jayawijaya
- Paniai
- Fak-fak
- Sorong
- Manokwari
- Teluk Cendrawasih
- Hingga ke Merauke dengan tujuan untuk berusaha meyakinkan para Anggota Dewan di daerah-daerah tersebut untuk memilih bergabung dengan Indonesia.

Tak berhenti sampai di sana, Frans Kaisiepo pun dipilih sebagai Delegasi Indonesia untuk menyaksikan pengesahan hasil Pepera di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York. Setelah pensiun sebagai Gubernur Papua, Frans Kaisiepo diminta untuk pindah ke Jakarta oleh Pemerintah Indonesia. Di Ibukota tersebut, ia diangkat menjadi Pegawai di Kementerian Dalam Negeri dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Selain itu ia juga diangkat sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) untuk periode 1973–1979.

Frans pertama kali menikah dengan Anthomina Arwam dan dikaruniai tiga orang anak. Dua di antaranya perempuan, bernama Beatrix Kaisiepo Wanma dan Susana Kaisiepo Manggaprouw, dan seorang anak laki-laki bernama Manuel Kaisiepo. Setelah istrinya meninggal dunia, ia menikah lagi dengan seorang perempuan dari Demak, Jawa Tengah yang bernama Maria Magdalena Moorwahyuni. Dari pernikahan yang terjadi pada 12 November 1973 itu, keduanya dikaruniai seorang putra bernama Victor Kaisiepo

Isteri dan Anak Frans Kaisiepo
Maria Magdalena Moorwahyuni (istri). 
Victor Kaisiepo (anaknya ketika masih bayi) dan Frans Kaisiepo

Frans wafat di Jakarta pada 10 April 1979 akibat serangan Jantung setelah dirawat selama beberapa Hari di sebuah Rumah Sakit di Jakarta. Kematian Frans diliputi misteri. Saat itu Frans disebut-sebut tengah berusaha mengungkap kebenaran tentang adanya penipuan dalam pelaksanaan Pepera. Namun mendadak ia dikabarkan meninggal dunia. Meskipun begitu, tidak ada yang tahu dengan pasti apakah kematiannya itu normal atau ada yang membunuhnya.

Empat Belas Tahun berlalu, tepatnya pada Tanggal 14 September 1993, Pemerintah Indonesia akhirnya mengakui jasa-jasanya untuk Indonesia. Atas jasa-jasanya tersebut, Frans Kaisiepo dianugerahi penghargaan sebagai Pahlawan Nasional. Selain itu namanya juga diabadikan menjadi nama salah satu Kapal Perang TNI AL dengan nama KRI Frans Kaisiepo (368). Kapal perang ini dibuat tahun 2006 di Belanda dan mulai bertugas tahun 2009 di Pangkalan TNI Angkatan Laut Armada Timur di Surabaya.

Nama Pahlawan Nasional di Kapal Perang Indonesia
KRI Frans Kaisiepo (368)

Bukan hanya sebagai nama sebuah kapal perang, nama Frans Kaisiepo juga disematkan pada nama Bandara Internasional di Pulau Biak. Bandara ini merupakan bandara dengan landasan terpacu terpanjang ke-4 (keempat) di Indonesia setelah Bandara Hang Nadim (Batam), Kaualanamu (Medan),  dan Soekarno-Hatta (Tangerang).

Nama Pahlawan Nasional di Bandara Inrenasional Biak Papua
Bandara Internasional Frans Kaisiepo, Kab. Biak Numfor, Papua

Bahkan pada tahun 2016, Bank Indonesia (BI) merilis uang baru nominal 10.000 (sepuluh ribu) dengan gambar Frans Kaisiepo di salah satu sisinya.

Gambar Frans Kaisiepo di Uang 10 ribu
Uang Republik Indonesia pecahan Rp 10.000 keluaran Tahun 2016

Demikianlah sosok Frans Kaisiepo, sang Pengibar Merah Putih pertama di Tanah Papua. Begitu keras perjuangannya sebagai anak bangsa yang sangat cinta dengan negaranya. Dan kita pun semestinya memberi apresiasi terhadap pemerintah kita yang tidak melupakan jasa-jasa beliau dengan memberikan penghargaan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia serta menyematkan nama beliau pada Kapal Perang, Bandar Udara dan Uang Kertas Indonesia. Sudah sepantasnya kita semua berusaha mengenali dan menghormati setiap Pahlawan yang ada di Indonesia. Karena tanpa keberadaan para pahlawan ini, Indonesia tak akan menjadi negara seperti sekarang ini. Sekarang tanya pada diri kita masing-masing "Apa saja yang telah kita lakukan untuk menghargai jasa-jasa beliau selama ini"??? Semoga bermanfaat bagi kita semua. Jangan lupa support kami dengan Ikuti atau Follow blog ini. Terima kasih :)


Sumber :
Wikipedia - Biografi Frans Kaisiepo
Twitter - Victor Kaisiepo
www.kepogaul.com



Artikel Terkait






No comments:

Post a Comment